Sabtu, 15 Juni 2013

Yahudi; Bangsa Yang Mengatakan Tuhan Itu Bakhil



Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan perkataan mereka itu. Bahkan kedua tangan-Nya terbuka: Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al-Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan mereka. Dan telah Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka hingga hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Maidah: 64).

Ibnu Ishaq dan Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Seorang Yahudi bernama Mubasy bin Qais berkata kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: "Tuhan kamu itu sungguh kikir, tidak mau mengeluarkan perbelanjaan". Lalu Allah menurunkan ayat-Nya ini (ayat 64), Abu Syeh meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahawa ayat ini diturunkan bertalian dengan kes Fankash seorang tokoh Yahudi suku Qainuqa. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah sama seperti ini.
Dan diriwayatkan daripada Mujahid bahawa kaum Yahudi berkata "Allah menyempitkan kita wahai Bani Israil, sehingga tangan-Nya dimasukkan ke tempat penyembelihan-Nya." Kata-kata mereka ini bermakna, bahwa Allah menyempitkan rezeki mereka (mereka hidup serba kekurangan). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga, beliau berkata; "Perkataan mereka (tangan Allah terbelenggu) bukanlah mereka maksudkan bahwa tangan Allah itu terikat, tetapi maksudnya" Allah itu bakhil ", menahan segala rezeki yang dimiliki-Nya. Sungguh Allah Maha Tinggi lagi Maha Suci dan sifat-sifat yang dikatakan oleh orang-orang zalim itu.
Yang berkata: "Tangan Allah terbelenggu", hanyalah sebahagian orang Yahudi saja. Tetapi seluruh bangsa Yahudi yang berkaitan di dalamnya. Sebab anggota suatu masyarakat satu dengan yang lain punya kewajiban bertanggung jawab kepada seluruh masyarakatnya. Sebab suatu masyarakat adalah bagaikan satu tubuh.
Dalam semua zaman manusia sering menimpakan perbuatan orang-orang tertentu dari suatu umat kepada seluruh umat itu sendiri. Dan telah menjadi suatu kebiasaan Al-Quran melibatkan generasi belakangannya terhadap perkataan dan perbuatan generasi sebelumnya yang sudah lewat beberapa abad.
Munculnya anggapan dikalangan bangsa Yahudi, bahwa Allah itu tangan-Nya terbelenggu atau Allah itu bakhil, kerana kemelaratan yang dialami sebagian besar mereka. Mereka bertanya, mengapa Allah menjadikan sebagian besar manusia ini hidup dalam kemelaratan?
Mengapa manusia ini semua tidak dijadikan oleh Allah hidup berkecukupan padahal Allah itu Maha Pemurah dan Maha Luas kurniaan-Nya? Terjadinya kemelaratan yang merajalela di tengah bangsa Yahudi adalah karena tingkah laku mereka sendiri. Golongan kaya dari kalangan bangsa Yahudi tidak mau mengulurkan tangan untuk mengeluarkan infaq dan memberikan bantuan material bagi kepentingan masyarakatnya.
Mereka adalah golongan manusia yang paling bakhil. Tidak ada seseorang Yahudi bersedia memberikan sesuatu kepada orang lain secara sukarela, atau tanpa ganjaran keuntungan bagi dirinya. Bahkan Allah telah melaknat mereka kerana sikap kebakhilannya dan anggapannya yang penuh kebohongan bahwa Allah itu bakhil.
Keluasan rahmat Allah dan melimpahnya pemberian-Nya kepada hamba-Nya bukanlah turun begitu saja. Tetapi Allah telah menetapkan peraturan permainan, bagaimana cara manusia dapat meraih kemurahan dan luasnya rahmat-Nya. Maka manusia yang ingin memperoleh hidup serta berkemampuan sehingga tidak ada lagi kemelaratan di tengah masyarakat, maka manusia wajib menempuh cara-cara yang telah ditetapkan oleh Allah itu.

Bangsa Yahudi, sebagai golongan manusia yang bakhil, setelah melakukan kedurhakaan begitu rupa kepada Allah, dengan angan-angan kosongnya mengharapkan segenap masyarakat Yahudi dapat hidup kaya, tanpa mau mematuhi peraturan-peraturan Ilahi. Jalan fikiran bangsa Yahudi semacam ini, kemudian berbalik menyatakan, bahawa kemelaratan yang dialami oleh umat manusia adalah karena Allah itu bersifat bakhil. Sungguh patut bangsa Yahudi mendapat laknat Allah kerana dalih penuh dengan penipuan ini.

MEWUJUDKAN KEJAYAAN UMAT Dengan KEMURNIAN TAUHID

MEWUJUDKAN KEJAYAAN UMAT
Dengan
KEMURNIAN TAUHID

¬!ur $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 ôs)s9ur $uZøŠ¢¹ur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNà6Î=ö6s% öNä.$­ƒÎ)ur Èbr& (#qà)®?$# ©!$# 4 bÎ)ur (#rãàÿõ3s? ¨bÎ*sù ¬! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# .......ÇÊÌÊÈ
“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah. Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi ...” (An-Nisa: 131).
Sesungguhnya Tauhid yang murni dan bersih adalah inti ajaran dari semua risalah samawiyah yang diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah tiang penopang yang menegakkan bangunan Islam. Ia adalah syi’ar Islam yang terbesar yang tak dapat terpisahkan dari Islam itu sendiri. Inilah pesan utama Allah kepada Rasulnya yang diutus kepada ummat manusia.
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# (...... ÇÌÏÈ
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang rasul (untuk menyampaikan): Sembahlah (oleh kalian) akan Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Itulah misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan penghambaan hanya kepada Allah serta menafikan dan menjauhi segala bentuk thaghut. Dan yang dimaksud dengan thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas-batas yang seharusnya tak boleh ia langgar, baik berupa sesembahan, panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap kaum/komunitas adalah siapapun yang mereka jadikan sumber dasar hukum selain Allah dan RasulNya, yang mereka jadikan Tuhan selain Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang mereka ta’ati meskipun dimurkai dan tidak diridloi Allah Ta’ala.
Kedua unsur penting inilah yang terangkai dalam kalimat suci La ilaha illallah; tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Di atas kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah Rasulullah SAW membangun ummatnya, di atas landasan yang kokoh itulah beliau menegakkan da’wah, dari situlah beliau menegakkan generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan membebaskan diri mereka dari cengkraman makhluk-makhluk lain yang dianggap sekutu bagi Allah Ta’ala.
Dan ketika seorang Muwahhid mengucapkan dan melantunkan kalimat Tauhid itu, maka seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari kalimat suci tersebut. Apa dua tujuan itu?
Tujuan pertama adalah menegakkan yang haq dan membersihkan yang bathil. Sebab makna yang sesungguhnya dari kalimat la ilah Illallah itu adalah tidak ada yang berhak untuk disembah selain Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah bathil dan tidak berhak mendapatkan hak-hak ilahiyyah (hak-hak untuk disembah). Dan lihatlah bagaimana Rasulullah SAW membersihkan Jazirah Arab dari kotoran-kotoran dan kekuasaan thoghut dan patung-patung sesembahan. Ingatlah bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang dikelilingi 360 berhala dihancurkan oleh Rasulullah SAW dengan tangan beliau yang mulia pada saat beliau memasuki kota Makkah dengan penuh kemenangan.
Kemudian tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar selalu dalam lingkaran Tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari kalimat Tauhid. Agar semua tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dan agar kalimat Tauhid itu dapat “berhasil guna” dalam mengatur perilaku manusia maka ada tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu: al-’ilm (mengetahui) maknanya yang benar, al-yaqin (meyakini) kandungan-nya tanpa ada keraguan, al-ikhlas (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-shidq (membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh kerelaan tanpa menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid (al-inqiyad), dan semua itu harus dilandasi dengan al-mahabbah (cinta) kepada Allah SWT.
Bila ketujuh syarat tersebut telah terpenuhi maka insya’ Allah seluruh ibadah dan amal kita akan selalu terhiasi dan diterangi oleh kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena Allah, tidak ada lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakkal kecuali kepada Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah, tidak ada lagi kekuatan selain pertolongan Allah. Dari sinilah, seorang muwahhid akan merasakan dari lubuk hatinya yang terdalam bahwa segala sesuatu selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka ia tidak lagi takut kebengisan dan kekuatan para makhluk, tidak lagi terpedaya oleh kilau duniawi, dan baginya tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apapun yang dikehendaki Allah SWT . Sehingga baginya bergantung kepada selain Allah adalah suatu kelemahan dan berharap kepada selain Allah adalah sebuah kesesatan:
Sejak dahulu hingga sekarang, begitu banyak manusia yang tersesatkan oleh keyakinan berbilang “tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai pertolongan, yang dapat dijadikan sumber hukum dan yang berhak mendapatkan kekhususan-kekhususan ilahiyah. Dan keyakinan ini adalah sebuah kesesatan yang nyata yang telah diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah mengherankan bila Tauhid yang murni kemudian menjadi syi’ar terpenting Islam yang selalu ada dalam aspek I’tiqad dan amaliyah. Dengan syi’ar inilah Islam dikenal bahkan karenanya Islam diperangi. Seputar syi’ar ini pulalah pertentangan antara ahlul haq dan ahlul bathil terus berlanjut.
Dan sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang selama ini menimpa umat Islam adalah disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan syi’ar yang penting ini. Lemahnya ikatan tauhid dalam jiwa-jiwa mereka adalah sebab utama dari berbagai kekalahan kaum muslimin dan kemenangan musuh-musuh mereka yang kita saksikan dalam kurun waktu yang cukup lama. Banyak di antara kaum muslimin yang tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini, sehingga mereka mendatangi penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya, meminta pertolongan penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu, seringkali mereka memuji dan mengagungkan panghuni kubur itu dengan ungkapan-ungkapan yang hanya pantas diberikan kepada Allah Rabbul ’alamin.
Dikarenakan lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah, banyak di antara kaum muslimin yang kemudian menggunakan jimat dengan menggantungkan di tubuh mereka karena yakin hal itu akan mendatangkan keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya.
Semua yang disebutkan di atas adalah sekedar contoh terhadap model-model kesyirikan yang dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam kenyataan sehari-hari kita akan menemukan model-model lain dari perilaku syirik itu dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, yang kemudian disadari atau tidak menyebabkan lemahnya keyakinan mereka terhadap kemaha-besaran, kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah. Karena Tauhid mereka lemah, maka merekapun tidak begitu yakin lagi dengan pertolongan Allah, sehingga dengan amat sangat mudahnya musuh-musuh mereka menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan mereka.
Dengan demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan kaum muslimin terletak pada sejauh mana mereka menegakkan Tauhid yang murni dalam segala kehidupan mereka. Bukankah kejayaan dan kemengangan itu telah diraih oleh generasi pendahulu ummat ini, ketika mereka telah terlebih dahulu menghujam nilai-nilai Tauhid tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah kejayaan dan kecemerlangan itu mereka dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama mereka adalah mengeluarkan ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Sang khaliq?
Oleh sebab itu, bila kita sekalian bertekad mengulang kembali kesuksesan dan kejayaan generasi As-Salaf Ash-Shaleh itu, maka tidak ada jalan lain selain menapaki jejak mereka; menegakkan kemurnian Tauhid dalam pribadi kita masing-masing. Wallahua’lam bish showab.

Oleh   : Achmad Reza Hutama Al-Faruqi.

  Mahasiswa ISID Kampus Pusat Siman Fakultas Ushuluddin Prodi Aqidah Filsafat 4