BAB I
A. Pendahuluan
Aliran
kebatinan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya
Jawa. Akibatnya, masih banyak aliran kebatinan yang mampu bertahan dalam
kehidupan masyarakat modern Indonesia. Sumarah, Sapto Darmo, Pangestu,
Bratakesawa, Prayana Suryadipura merupakan beberapa aliran kebatinan yang masih
bertahan hingga saat ini. Selain aliran kebatinan yang tersebut, di beberapa
daerah juga banyak berkembang aliran kebatinan lain yang jumlah dan pengikutnya
beragam. Kebatinan berhubungan erat dengan soal batin manusia yang merupakan
soal dalam, yang sangat subjektif dan sangat individual. Kebatinan yang
berkembang di Indonesia lebih merupakan sistem yang sudah memiliki muatan
tersendiri yang tidak mudah dipahami. Pengertian kebatinan selalu dipengaruhi
sikap orang yang bersangkutan terhadap kebatinan, menerima atau menolak.
Di Kabupaten
Ponorogo, masih dijumpai Aliran Kebatinan "Perjalanan". Aliran
kebatinan ini muncul pada tahun 1927 yang dipelopori oleh Mei Kartawinata. Mei
Kartawinata adalah seorang keturunan dari Raja Majapahit yang mendapat wangsit
untuk menyebarkan ajaran kebatinan Perjalanan. Dalam waktu satu tahun Mei
Kartawinata berhasil menyebarkan ajarannya ke seluruh daerah di Indonesia dari
Sabang sampai Merauke. Dibanding dengan aliran kebatinan pada umumnya,
kebatinan Perjalanan memiliki beberapa keunikan. Pertama, aliran kebatinan
Perjalanan mempunyai pedoman hidup sejarah diri dan dalam kehidupan bernegara
yang harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dan tidak boleh menyimpang dari
dua dasar tersebut. Kedua, aliran kebatinan Perjalanan tidak mempunyai kitab
seperti aliran kebatinan lainnya, misalnya kebatinan Pangestu memakai kitab
Sasangko Jati, dan Sapto Darmo menggunakan Kitab Cendro. Aliran Kebatinan
"Perjalanan" meyakini bahwa setiap manusia adalah kitab yang ditulis
oleh Tuhan. Kebatinan "Perjalanan" berkembang pesat di Kabupaten
Ponorogo, tepatnya di Desa Purwosari Kecamatan Babadan
B. Pokok Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini menyangkut
(1) Bagaimana cara menjaga kemurnian
ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan
Babadan Kabupaten Ponorogo ?
(2) Bagaimana cara penyampaian
ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan
Kabupaten Ponorogo ?
(3) Bagaimana makna pendidikan dalam
Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan
Kabupaten Ponorogo ?
C. Tujuan Pembahasan
Sehingga tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk
(1) Mendeskripsikan cara menjaga
kemurnian ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari
Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo,
(2) Mendeskripsikan cara penyampaian
ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan
Babadan Kabupaten Ponorogo.
(3) Mendeskripsikan makna pendidikan
dalam Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan
Babadan Kabupaten Ponorogo.
BAB II
A. Pengertian Aliran Perjalanan
Nama perjalanan diambil dari gambaran air yang mengalir mulai dari
sumbernya melalui sungai sampai akhirnya ke lautan. Sepanjang perjalanan, air
telah memberikan unsur yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan,
binatang, dan manusia. Gambaran ini sebagai ibarat perjalanan manusia
sebagai indivudu agar senantiasa berdarma bakti dan berbuat baik kepada sesama
untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Jadi aliran kebatinan Perjalanan mempunyai pedoman hidup sejarah diri dan
dalam kehidupan bernegara yang harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dan
tidak boleh menyimpang dari dua dasar tersebut dan aliran kebatinan Perjalanan
tidak mempunyai kitab seperti aliran kebatinan lainnya, misalnya kebatinan
Pangestu memakai kitab Sasangko Jati, dan Sapto Darmo menggunakan Kitab Cendro.
Aliran Kebatinan "Perjalanan" meyakini bahwa setiap manusia adalah kitab
yang ditulis oleh Tuhan.
B. Sejarah Asal-Usul Aliran Perjalanan
Aliran perjalanan
didirikan pada tanggal 17 September 1927 di Cimerta Kabupaten Subang oleh Mei
Kartawinata bersama dua orang temannya, M. Rasyid dan Sumitra. Aliran ini
mempunyai nama lain, yaitu :
a. Aliran Kuring, sebelum kemerdekaan. Mei Kartawinata ketika menerangkan
ajarannya di mana-mana selalu menyebut “ inilah Agama Kuring” (artinya agama
saya), maksudnya “agama asli Sunda”.
b. “Permai” (perikemanusiaan), sesudah kemerdekaan. Pada tanggal 7 November
1948, Mei Kartawinata diangkat sebagai Bapak Rohani.
c. “Agama Yakin pancasila” juga disebut “Agama Sunda”,
disebut lagi “Perjalanan” di Bandung
d. “Agama Petrap” juga disebut “Traju Trisna”,
disebut lagi “Ilmu sejati” dan “Jawa Jawi Mulya”. Di Tulungagung.
e.
“Aliran Perjalanan”, yang terakhir.
Mei Kartawinata lahir
pada tanggal 1 Mei 1987 di kebon Jati Bandung. Pendidikannya Sekolah Rakyat
atau HIS (Hollands Inlands School) di zaman pemerintahan Belanda. Ketika masih
remaja ia tinggal bersama kakak iparnya di kediaman Sultan Kanoman Cirebon. Ia
banyak mengetahui ajaran kebatinan di kalangan keluarga keraton Cirebon,
seperti Ilmu Sejati. Di Cirebon ia berhubungan erat dengan Mohammad Ishak yang
sering disebut Kiai Sambelun karena mengajarkan ilmu yang disebut ilmu sambelun. Mei Kartawinata kembali ke
Subang dan mendirikan aliran Perjlanan pada tahun 1927. Jika di Cirebon ia
dicurigai membantu Belanda, sebaliknya di Subang ia memimpin perjuangan melawan
Belanda dengan menggunakan aliran Perjalanan sebagai sarana.
Mohammad Ishak lahir
pada tahun 1890 di desa Bodeh Plumbon Kabupaten Cirebon. Ia pernah belajar
tarekat Nadhatul Arifin, yaitu tarekat yang memberikan tuntunan kepada
seseorang ingin mencapai makrifat billah atau arifin billah, mengetahui Allah
dengan sebenar-benarnya. Untuk mencapai makrifat billah, seseorang harus
mengetahui rahasia alif, lam, mim yaitu Allah-Mohammad-Adam, sempurnanya harus
mengetahui pula Alquran dan Hadis. Akan tetapi bukan Alguran dan Hadis dalam
bentuk tulisan Arab yang ditulis diatas kertas, melainkan tulisan yang sejati.
Demikianlah yang disebut ilmu sambelun.
Di samping memimpin
aliran perjalanan, Mei Kartawinata dalam kehidupan sehari-hari juga dikenal
memiliki kemampuan mengobati orang sakit secara tradisional tanpa memungut
bayaran. Melalui sarana inilah ia menyampaikan ajarannya kepada orang lain. Mei
Kartawianata meninggal dunia pada tahun 1967 di Jalan Cikutra Cidadas Bandung.
Mengenai dua orang
teman Mei Kartawinata, yakni M. Rasyid dan Sumitra, riwayat hidup mereka tidak
banyak diketahui. Pada Tahun 1926 M, M. Rasyid dan Sumitra datang ke Subang
untuk bekerja di percetkan tempat Mei Kartawinata bekerja. Akhirnya ketiga
orang ini menjadi kawan akrab. M. Rasyid dan Sumitra, sama-sama memiliki ilmu
kanuragan atau kesaktian. Berbeda dengan mereka, Mei Kartawinata tidak menyukai
ilmu kanuragan. Yang penting bagi Mei Kartawinata adalah hidup damai dan saling
menghormati antara sesama. Ia selalu peduli terhadap orang lain. Karena ia
mempuyai kemampuan pengobatan alternatif, bila ada orang sakit ia berusaha
mengobatinya.
C. Sebab-Sebab Aliran Perjalanan Banyak Pengikut
Aliran perjalanan yang merupakan kepercayaan asli orang Sunda ini
disebarkan oleh Mei Kartawinata dengan memanfaatkan kemampuannya mengobati
orang sakit secara tradisional tanpa memungut biaya. Oleh karena itu masyarakat
banyak yang simpati dan mengikuti aliran tersebut.
Di Subang Mei Kartawinata memimpin perjuangan melawan Belanda dengan
menggunakan aliran Perjalanan sebagai sarana. Dari situlah masyarakat mulai mengikuti
aliran Perjalanan.
D. Landasan Ajaran Aliran
PerjalananAjaran aliran Perjalanan berdasarkan pada wangsit yang diterima
oleh Mei Kartawinta. Ia menerima wangsit itu berkali-kali sampai ada sepuluh
kali yang disebut Dasa Wasita seperti berikut :
Wangsit pertama :
“Janganlah dirimu
dihina dan direndahkan oleh siapa pun, sebab dirimu tidak lahir dan tidak besar
oleh sendirinya, tetapi dirimu dilahirkan dan dibesarkan penuh dengan cinta
kasih ibu dan bapakmu. Bahkan dirimu itu sendirilah yang melaksanakan segala
kehendak dan cita-citamu yang seyogyanya kamu berterima kasih kepadanya.”
Wangsit kedua :
Wangsit kedua :
“Barang siapa menghina dan merendahakan dirimu, sama juga artinya dengan
menghina dan merendahkan ibu bapakmu bahkan leluhur bangsamu.”
Wangsit ketiga :
“Tiada lagi kekuatan
dan kekuasaan yang melebihi kekuatan dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, Belas
dan Kasih. Sifat belas dan kasih itu pun dapat mengatasi dan menyelesaikan
segala pertentangan atau pertengkaran, bahkan dapat memadukan paham dan usaha
untuk mencapai tujuan yang lebih maju serta menyempurnakan akhlak dan
meluhurkan budi pekerti manusia.”
Wangsit keempat :
Wangsit keempat :
“Dengan kagum dan takjub kamu menghitung tetesan air yang mengalir yang
menuju kesatuan mutlak, yaitu lautan sambil memberikan manfaat kepada kehidupan
manusia, binatang, dna pepohonan atau tetumbuhan. Akan tetapi kamu belum pernah
mengagumi dan takjub kepada dirimu sendiri yang telah mempertemukan kamu dengan
dunia beserta segala isinya. Bahkan kamu belum pernah menghitung kedip matamu.
Sungguh betapa nikmatnya apa yang kamu rasakan, padahal semua itu sebagai hikmah
dari Tuhan Yang Maha Esa.”
Wangsit kelima :
“Kemanapun kamu pergi dan di
mana pun kamu berada Tuhan Yang Maha Esa akan selalu bersama denganmu.”
Wangsit keenam :
“Perubahan besar alam
kehidupan manusia akan menjadi pembalasan terhadap segala penindasan serta
mencetuskan ataumelahirkan kemerdekaan hidup bangsa.”
Wangsit ketujuh :
“Apabila pengetahuan
disertai kekuatan raga dan jiwamu digunakan secara salah untuk memuaskan hawa
nafsu, akan menimbulkan dendam kesumat, kebencian, pembalasan, dan perlawanan. Sebaliknya apabila pengetahuan dan
kekuatan raga dan jiwamu digunakan untuk menolong sesama akan menumbuhkan rasa
kasih sayang dan persaudaraan yang mendalam.”
Wangsit kedelapan :
“Cintailah sesama hidupmu tanpa memandang jenis dan rupa, sebab apabila
telah meninggalkan jasad, siapa pun akan berada dalam keaaan yang sama. Ia
tidak mempunyai daya dan upaya. Justru selama itu, selama kamu masih hidup, berusahalah agar kamu dapat memelihara
kelangsungan hidup sesama sesuai dengan kodrat-Nya menurut kehendak Tuhan Yang
Maha Esa.”
Wangsit kesembilan :
“Batu di tengah sungai,
jikalau olehmu digarap menurut kebutuhan, kamu menjadi kaya karenanya. Dalam
hal itu yang membuat seseorang kaya raya bukanlah pemberian batu itu, tetapi
yang membuat kaya raya adalah hasil kerjamu sendiri.”
Wangsit kesepuluh :
“Geraklah untuk
kepentingan sesamamu, bantulah yang sakit untuk mengurangi penderitaannya.
Kemudian hari akan tercapailah masyarakat kemanusiaan yang menggerakkan
kemerdekaan dan kebenaran” (Rozak, 2002:178-185).
Dasa Wasita (kesepuluh
wangsit) tersebut di atas, bila diringkas intinya adalah sebagai berikut :
1. Antara sesama dilarang saling menghina.
2. Menghina kepada seseorang hakikatnya juga menghina kepada ayah dan ibunya
bahkan nenek moyangnya.
3. Tidak ada yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, kecuali Tuhan Yang Maha
Esa, Yang Belas Kasih. Sifat belas dan kasih itu dapat menyempurnakan akhlak
dan meluhurkan budi pekerti.
4. Air yang senantiasa menghidupi tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia,
mengandung hikmah agar manusia sebagai individu selalu berbuat baik kepada
sesama.
5. Tuhan Yang Maha Esa selalu berada dekat dengan manusia.
6. Dinamika hidup dan kehidupan manusia akan membawa kebebasan dari
penindasan.
7. Pemuasan hawa nafsu akan membawa kekacauan dan kehancuran.
8. Antara sesama harus saling cinta-mencintai agar terpelihara kehidupan
bersama.
9. Kekayaan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja keras.
10. Antara sesama harus saling tolong-menolong terutama dalam menegakkan
kebenaran.
Bila disimak secara
seksama, sepuluh butir Dasa Wasita tersebut di atas, semuanya berisi ajaran
moral sebagai pedoman hidup manusia dalam hidup bersama, khususnya anggota atau
warga aliran Perjalanan.
Setelah wangsit itu
diterima, maka didirikan aliran Perjalanan. Nama perjalanan tampaknya diambil
dari gambaran air yang mengalir mulai dari sumbernya melalui sungai sampai
akhirnya ke lautan. Sepanjang perjalanan, air telah memberikan unsur yang
sangat dibutuhkan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia.
Gambaran perjalanan air ini sebagai ibarat perjalanan kehidupan manusia sebagai
individu agar senantiasa berdarma bakti dan berbuat baik kepada sesama untuk
mencapai kesejahteraan bersama. Konsep ini juga dipandang selaras dengan konsep
Pancasila yang mengandung makna sosial religius. Karenanya aliran Perjalanan
juga dipandang mempunyai peranan dalam kehidupan negara yang berdasarkan
Pancasila. Berdasarkan konsep ini pulalah agaknya, aliran ini disebut “Agama
Yakin Pancasila”.
E. Ajaran Tentang Tuhan dan Penciptaannya
Menurut ajaran Aliran
Perjalanan, Tuhan memilki sejumlah nama, yaitu: Hyang Mahaagung, Hyang
Maha Murba, Hyang Sukma, Hyang Widi, Hyang Manon, Hyang Maha Adil, dan
lain-lain.
Tuhan dalam ajaran
aliran Perjalanan disamping memilki sejumlah nama juga memilki sejumlah
sifat sebanyak 13, yaitu: wujud, terdahulu, kekal abadi, beda, mandiri,
tunggal, mahakuasa, mahakersa, mahatahu, mahahidup, mahadengar, mahalihat, dan
mahaucap. Sifat-sifat tersebut juga identik dengan 13 sifat Tuhan di dalam
ajaran Islam yaitu: wujud (ada), qidam (dahulu tanpa permulaan), baqa
(kekal), mukhalafah lilhawadisi (berbeda dengan segala yang baru), qiyamuhu
binafsihi (berdiri sendiri), wahdaniat (esa), qudrat (kuasa), iradat
(berkehendak), ilmu (mengetahui), hayat (hidup), sama’ (mendengar),
bashar (melihat), dan kalam (berkata).
Berdasarkan nama
yang menyertakan kata “Hyang” dan sifat Tuhan yang terdapat di aliran
perjalanan tampak sedikit unsur Islam dan Hindu. Hal ini dianggap wajar,
dikarenakan Mei Kartawinata (pendiri aliran Perjalanan) pernah hidup
dilingkungan kraton Cirebon. Selain itu ia juga pernah belajar di
pesantren dan mempelajari ilmu ahli sunah.
Menurut aliran
Perjalanan, Tuhan merupakan pencipta alam semesta seisinya. Tuhan memulai
penciptaan dengan menciptakan panas matahari , rasa dingin, kemudian air.
setelah diciptakan air, kemudian muncul kehidupan pasda tumbuh-tumbuhan,
binatang dan manusia. Menurut aliran kepercayaan ini ada ketergantungan antara
binatang, manusia, tumbuhan dan alam semesta yang disebut dengan hukum
kehidupan nyakra manggilangan atau tumimbal lahir (kelahiran kembali).
F. Ajaran Tentang Manusia
Konsep manusia menurut
aliran perjalanan tercipta dari badan jasmani dan rohani. Kemudian Tuhan juga
menciptakan Aku (ingsun) yang mewakili kesadaran akan dirinya. Melalui
kesadaran Aku ini, manusia mampu menjadi kawula Gusti atau abdi Tuhan, yang
wajib kumawula atau mengabdi kepada Tuhan, wajib bersifat kewalian (seperti
wali), kegurujatian (seperti guru sejati), kerasajatian (memiliki rasa sejati),
dan kegustian (seperti gusti).
Oleh Karena itu,
manusia dalam ajaran aliran perjalanan dilarang melakukan tujuh M, yaitu main
(berjudi), maling (mencuri), madon (melacur), mabok, madat, maksiat, dan mateni
(membunuh). Menurut aliran perjalanan bila manusia dapat memelihara rasa
jatinya dan kesucian batinnya, maka ia akan kembali ke jatinya, pulang ke
asalnya.
G. Ajaran Tentang Mistik.
Di dalam aliran
Perjalanan sebenarnya juga mengandung ajaran mistik walaupun tidak dijelaskan
secara luas. Ajaran tentang mistik ini tampak di dalam wangsit keempat dan
kelima, sebagai berikut.
Di dalam wangsit
keempat disebutkan: “Dengan kagum dan takjub kamu menghitung tetesan air
yang mengalir menuju kasatuan mutlak yaitu lautan…” kemudian di dalam wangsit
yang kelima disebutkan: “Ke mana pun kamu pergi dan di manapun kamu berada
Tuhan Yang Maha Esa akan selalu bersama denganmu”
Ajaran tentang manusia menurut aliran Perjalanan, bahwa kesatuan hamba dengan Tuhan yang disebut “rasa kejatian” (memiliki rasa sejati) dapat tercapai ketika kesadaran Aku-manusia akan Tuhannya selalu kumawula (mengabdi kepada Tuhan).
Ajaran tentang manusia menurut aliran Perjalanan, bahwa kesatuan hamba dengan Tuhan yang disebut “rasa kejatian” (memiliki rasa sejati) dapat tercapai ketika kesadaran Aku-manusia akan Tuhannya selalu kumawula (mengabdi kepada Tuhan).
Untuk itu, kesadaran
Aku-manusia harus dilatih penghayatannya dengan jalan membersihkan batinnya
dari pengaruh sagala nafsu yang buruk yang dapat mengotori perasaannya.
Penghayatan seperti ini harus dilatih terus-menerus secara berkelanjutan,
hingga tercapai apa yang disebut “rasa kajatian”. Melalui rasa kejatian,
seseorang akan dapat menghubungkan hidup Akunya dengan Yang Maha Hidup,
sehingga diperoleh kekuatan Ilahi yang dapat mempertajam pikiran dan
memperhalus perasaan. Kekuatan dan pancaran Ilahi ini merupakan daya spiritual
yang dapat dimanfaatkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
dapat hidup manunggal dengan sesamanya.
H. Organisasi Ajaran Aliran Perjalanan
Aliran Perjalanan
tidak mengenal istilah guru dan murid, semua dipandang sederajat. ajarannya
bersumber pada wangsit yang disebut Dasa Wasita. cara menyampaikan ajaran
aliran ini melalui kunjungan kepada anggota atau warga dengan mengadakan sarasehan
pada hari-hari penting, seperti hari kelahiran aliran perjalanan setiap tanggal
17 september, 1 syuro dan hari kemerdekaan RI.
Kegiatan aliran
Perjalanan sampai tahun 1944 belum terorganisasi. aliran ini mulai
terorganisasi menjelang tahun 1945. kemudian pada tahun 1950 Mei Kartawinata
mendirikan partai politik PERMAI ( Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia). namun,
pada tahun 1957 partai Permai dibubarkan karena tidak dapat memenuhi
ketentuan hukum yang berlaku, kemudian karena Mei Kartawinata menderita sakit,
maka dibentuklah Dewan Musyawarah sebagai pimpinan kolektif yang berkedudukan
di Jakarta diketuai oleh Rustama Kartawinata.
Ketika perkembangan
kebatinan semakin meluas, tetapi pengawasan dari pihak PAKEM ( Pengawas Aliran
Kepercayaan Masyarakat ) semakin kurang dan BKKI juga tak mampu menertibkan
aliran kebatinan yang semakin banyak jumlahnya, maka pada tanggal 1 Januari
1965 keluar Penetapan Presiden No.1 tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan
Penodaan Agama, yang isinya : (1) melarang semua organisasi aliran kebatinan
menggunakan nama agama, maka nama itu harus diganti, kalau tidak diganti, maka
aliran tersebut dilarang, seperti Agama Jawa Sunda: (2) melarang melakukan
kegiatan yang menyerupai kegiatan agama, seperti pernah dilakukan aliran perjalanan
di Subang, yaitu: upaya melakukan perkawinan dengan cara sendiri sesuai dengan
budaya Sunda.
Namun dengan keluarnya
Undang-Undang nomor 23 tahun 2006, aliran Perjalanan sudah dianggap sah dan
tidak dilarang kembali. artinya aliran ini dilindungi oleh Negara dan para
pengikutnya dapt menjalankan ajran pada aliran Perjalanan.
Perkembangan cabang
aliran Perjalanan sesuai laporan Dewan Musyawarah Daerah (DMD) tahun 1987,
telah memiliki cabang di semua daerah kabupaten dan kota di Jawa Barat.
mayoritas anggota aliran Perjalanan bekerja sebagai buruh tani, sedangkan
sebelumnya pada awal berdirinya kebanyakan bekerja sebagai buruh perkebunan.
I. Lambang Aliran Perjalanan
Lambang dari
pada Aliran Kebatinan "PERJALANAN", ialah: Bintang bersudut 5 (lima),
dengan sinar 9 (sembilan), yaitu 5 (lima) panjang, 4 (empat) pendek, dalam
lingkaran yang di luar besar, yang di dalam kecil, dengan gambar; Stroom
(aliran), di atas dasar: Hitam dan gambar putih.
Yang
mengandung arti:
a.
Ke luar:
Bintang sudut 5 (lima) ialah Pancasila; Sinar 9
(sembilan) ialah seluruh penjuru dunia 5 (lima)
sinar panjang 5 benua:
Amerika, Eropa, Afrika, Australia, Asia; 4
(empat) sinar pendek: 4 mata-angin: Barat, Utara, Timur, Selatan.
Stroom ialah: Gerak kesadaran hidup manusianya menuntut kemerdekaan, kesejahteraan hidup lahir batin, perdamaian di antara bangsa-bangsa yang saling hormat-menghormati.
Lingkaran besar, ialah: Dunia Besar.
Lingkaran kecil, ialah: Dunia kecil (badan sekujur).
Hitam, ialah: Warna Bumi Tanah
Putih, ialah: Warna Bumi Air = Air
jadi, Hitam-Putih: Cinta Tanah Air.
Stroom ialah: Gerak kesadaran hidup manusianya menuntut kemerdekaan, kesejahteraan hidup lahir batin, perdamaian di antara bangsa-bangsa yang saling hormat-menghormati.
Lingkaran besar, ialah: Dunia Besar.
Lingkaran kecil, ialah: Dunia kecil (badan sekujur).
Hitam, ialah: Warna Bumi Tanah
Putih, ialah: Warna Bumi Air = Air
jadi, Hitam-Putih: Cinta Tanah Air.
b. Ke dalam:
Bintang bersudut 5 (lima) ialah: Kekuasaan
Tuhan Yang Maha Esa.
Sinar 9 (sembilan), ialah: Penguasanya Tuhan YME, yang ada pada setiap manusia; elingan, awas (lihat), dengar, cium, ucap, fikir, rasa, ubah dan langkah.
5 (lima) sinar panjang: Panca driya (mata, kuping, hidung, syaraf, kaki/tangan).
4 (empat) sinar pendek: Unsur sari-patinya: Api, Air, Angin dan Bumi yang menjadi badan sekujur.
Stroom, ialah: Gerak hidup dengan daya upaya lahir-batin untuk melakukan kewajiban sebagai Kaula Gusti demi keselamatan dunia dan zaman akhir.
Lingkaran besar, ialah: Badan wadag (jasmani).
Lingkaran kecil, ialah: Badan halus (rohani).
Hitam, ialah: Tetap; Tetap berdiri di atas kesucian dengan berdiri di atas keyakinan, bahwa: Tiada lagi yang wajib disembah siang dan malam, hanya wujud Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mempunyai sifat Belas dan Kasih, serta wajib menjauhkan diri dari segala kelakuan Setan.
Sinar 9 (sembilan), ialah: Penguasanya Tuhan YME, yang ada pada setiap manusia; elingan, awas (lihat), dengar, cium, ucap, fikir, rasa, ubah dan langkah.
5 (lima) sinar panjang: Panca driya (mata, kuping, hidung, syaraf, kaki/tangan).
4 (empat) sinar pendek: Unsur sari-patinya: Api, Air, Angin dan Bumi yang menjadi badan sekujur.
Stroom, ialah: Gerak hidup dengan daya upaya lahir-batin untuk melakukan kewajiban sebagai Kaula Gusti demi keselamatan dunia dan zaman akhir.
Lingkaran besar, ialah: Badan wadag (jasmani).
Lingkaran kecil, ialah: Badan halus (rohani).
Hitam, ialah: Tetap; Tetap berdiri di atas kesucian dengan berdiri di atas keyakinan, bahwa: Tiada lagi yang wajib disembah siang dan malam, hanya wujud Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mempunyai sifat Belas dan Kasih, serta wajib menjauhkan diri dari segala kelakuan Setan.
J. Hari-hari Peringatan
Selain hari besar nasional, seperti 17 Agustus,
Aliran Kebatinan "PERJALANAN" menetapkan hari peringatannya sendiri,
yang jatuh pada tiap tanggal 17 September, dan 1 Sura tahun SAKA.
Penjelasan:
Tanggal 17 September, adalah hari/tanggal
diilhamkannya cita-cita/tujuan Aliran Kebatinan "PERJALANAN"
mempunyai pengaruh jiwa yang kuat bagi warga-warganya untuk meletakkan dasar
susunan hidup bersama atas dasar musyawarah.
Saat itu pun dipergunakan sebagai kesempatan
yang baik untuk meninjau kembali segala usaha yang telah lalu untuk mengambil
manfaat dari pada segala pengalaman yang diperoleh. Dalam pada itu secara
gotong royong bermusyawarah untuk mencapai mufakat diletakkan pula dasar usaha
baru yang maju supaya lebih menghasilkan di waktu yang akan datang.
Demikian pula tanggal 1 Sura (Saka) yang secara
adat kebiasaan dirayakan dan dibesarkan oleh setiap warga Aliran Kebatinan
"PERJALANAN" baik secara sendirian maupun bersama-sama. Maka tanggal
1 Sura ini mempunyai daya untuk mempersatukan tekad mempertahankan dan
memperjuangkan tujuan dengan kekuatan yang teratur dan berencana. Dari itulah
tanggal 1 Sura merupakan hari yang paling tepat untuk memilih seseorang atau
lebih yang akan diserahi kepercayaan untuk bekerja secara praktis dan penuh
tanggung jawab, keinsyafan dan kejujuran.
Oleh karena itu pula pada tanggal 1 Sura,
adalah hari keberanian untuk bekerja, berbuat dan berjuang menegakkan azas-azas
peri-kemanusiaan, peradaban dan kesopanan. Tegasnya tanggal 1 Sura, adalah hari
tanggung jawab terhadap leluhur dan keturunan, dengan kesanggupan memelihara
seni budaya dan ilmu pengetahuan yang diwariskannya, agar berkembang secara
wajar menurut kemajuan bangsa dan zaman sepanjang masa.
K. Kesimpulan
Kesimpulan dari Uraian diatas beserta fakta yg ada, menunjukkan
bahwa :
(1) Kemurnian
ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" dijaga melalui interaksi
langsung antara pengikut lama (sesepuh) dan pengikut baru melalui percakapan
pergaulan informal, temuwicara, maupun sarasehan. Setelah terbentuk kelembagaan
organisasi, upaya menjaga kemurnian ajaran aliran kebatinan dituangkan menjadi
Pedoman yang disusun dengan tujuan utama untuk menghindarkan kemungkinan
terjadinya pandangan yang keliru tentang aliran kebatinan tersebut.
(2) Pengajaran yang dilakukan mengacu pada
sistem keluarga, nilai-nilai dalam keluarga tersebut akan disampaikan sebagai
warisan bagi generasi berikutnya. Serasian digunakan sebagai cara
penyampaian ajaran. Serasian merupakan metode
penyampaian ajaran yang dirasa efektif dan efisien dan tetap dipertahankan
hingga sekarang.
(3) Makna pendidikan yang terkandung dalam
Aliran Kebatinan "Perjalanan" mengarah kepada pembentukan moral yang
menjadi watak khas dan karakter. Berkaitan dengan metode penyampaian ajaran
yang bersifat kekeluargaan, maka nilai-nilai pendidikan juga merefleksikan
nilai pendidikan keluarga yang bersifat turun-temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Karinda, Ina. 2009. Eksistensi Aliran Kebatinan (Kajian Tentang
Makna Pendidikan dan Cara Penyampaian Ajaran Aliran Kebatinan
"Perjalanan" Desa Purwosari, Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo).
Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra,
Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. Irawan, M.Hum., (2) Drs. Nur
Hadi, M.Pd., M.Si.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar