Senin, 10 Juni 2013

aliran kebatinan

BAB I

A.    Pendahuluan
Aliran kebatinan  menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Akibatnya, masih banyak aliran kebatinan yang mampu bertahan dalam kehidupan masyarakat modern Indonesia. Sumarah, Sapto Darmo, Pangestu, Bratakesawa, Prayana Suryadipura merupakan beberapa aliran kebatinan yang masih bertahan hingga saat ini. Selain aliran kebatinan yang tersebut, di beberapa daerah juga banyak berkembang aliran kebatinan lain yang jumlah dan pengikutnya beragam. Kebatinan berhubungan erat dengan soal batin manusia yang merupakan soal dalam, yang sangat subjektif dan sangat individual. Kebatinan yang berkembang di Indonesia lebih merupakan sistem yang sudah memiliki muatan tersendiri yang tidak mudah dipahami. Pengertian kebatinan selalu dipengaruhi sikap orang yang bersangkutan terhadap kebatinan, menerima atau menolak.

Di Kabupaten Ponorogo, masih dijumpai Aliran Kebatinan "Perjalanan". Aliran kebatinan ini muncul pada tahun 1927 yang dipelopori oleh Mei Kartawinata. Mei Kartawinata adalah seorang keturunan dari Raja Majapahit yang mendapat wangsit untuk menyebarkan ajaran kebatinan Perjalanan. Dalam waktu satu tahun Mei Kartawinata berhasil menyebarkan ajarannya ke seluruh daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dibanding dengan aliran kebatinan pada umumnya, kebatinan Perjalanan memiliki beberapa keunikan. Pertama, aliran kebatinan Perjalanan mempunyai pedoman hidup sejarah diri dan dalam kehidupan bernegara yang harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dan tidak boleh menyimpang dari dua dasar tersebut. Kedua, aliran kebatinan Perjalanan tidak mempunyai kitab seperti aliran kebatinan lainnya, misalnya kebatinan Pangestu memakai kitab Sasangko Jati, dan Sapto Darmo menggunakan Kitab Cendro. Aliran Kebatinan "Perjalanan" meyakini bahwa setiap manusia adalah kitab yang ditulis oleh Tuhan. Kebatinan "Perjalanan" berkembang pesat di Kabupaten Ponorogo, tepatnya di Desa Purwosari Kecamatan Babadan

B.     Pokok Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini menyangkut
(1) Bagaimana cara menjaga kemurnian ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo ?
(2) Bagaimana cara penyampaian ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo ?
(3) Bagaimana makna pendidikan dalam Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo ?

C.    Tujuan Pembahasan
Sehingga tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
(1) Mendeskripsikan cara menjaga kemurnian ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo,
(2) Mendeskripsikan cara penyampaian ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.
(3) Mendeskripsikan makna pendidikan dalam Aliran Kebatinan "Perjalanan" di Desa Purwosari Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo.


BAB II

A.    Pengertian Aliran Perjalanan
Nama perjalanan diambil dari gambaran air yang mengalir mulai dari sumbernya melalui sungai sampai akhirnya ke lautan. Sepanjang perjalanan, air telah memberikan unsur yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia. Gambaran ini sebagai ibarat  perjalanan manusia sebagai indivudu agar senantiasa berdarma bakti dan berbuat baik kepada sesama untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Jadi aliran kebatinan Perjalanan mempunyai pedoman hidup sejarah diri dan dalam kehidupan bernegara yang harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dan tidak boleh menyimpang dari dua dasar tersebut dan aliran kebatinan Perjalanan tidak mempunyai kitab seperti aliran kebatinan lainnya, misalnya kebatinan Pangestu memakai kitab Sasangko Jati, dan Sapto Darmo menggunakan Kitab Cendro. Aliran Kebatinan "Perjalanan" meyakini bahwa setiap manusia adalah kitab yang ditulis oleh Tuhan.

B.     Sejarah Asal-Usul Aliran Perjalanan
Aliran perjalanan didirikan pada tanggal 17 September 1927 di Cimerta Kabupaten Subang oleh Mei Kartawinata bersama dua orang temannya, M. Rasyid dan Sumitra. Aliran ini mempunyai nama lain, yaitu :

a.       Aliran Kuring, sebelum kemerdekaan. Mei Kartawinata ketika menerangkan ajarannya di mana-mana selalu menyebut “ inilah Agama Kuring” (artinya agama saya), maksudnya “agama asli Sunda”.
b.      “Permai” (perikemanusiaan), sesudah kemerdekaan. Pada tanggal 7 November 1948, Mei Kartawinata diangkat sebagai Bapak Rohani.
c.    “Agama Yakin pancasila” juga disebut “Agama Sunda”, disebut lagi “Perjalanan” di Bandung
d.    “Agama Petrap”  juga disebut “Traju Trisna”, disebut lagi “Ilmu sejati” dan “Jawa Jawi Mulya”. Di Tulungagung.
e.    “Aliran Perjalanan”, yang terakhir.

Mei Kartawinata lahir pada tanggal 1 Mei 1987 di kebon Jati Bandung. Pendidikannya Sekolah Rakyat atau HIS (Hollands Inlands School) di zaman pemerintahan Belanda. Ketika masih remaja ia tinggal bersama kakak iparnya di kediaman Sultan Kanoman Cirebon. Ia banyak mengetahui ajaran kebatinan di kalangan keluarga keraton Cirebon, seperti Ilmu Sejati. Di Cirebon ia berhubungan erat dengan Mohammad Ishak yang sering disebut Kiai Sambelun karena mengajarkan ilmu yang disebut ilmu sambelun. Mei Kartawinata kembali ke Subang dan mendirikan aliran Perjlanan pada tahun 1927. Jika di Cirebon ia dicurigai membantu Belanda, sebaliknya di Subang ia memimpin perjuangan melawan Belanda dengan menggunakan aliran Perjalanan sebagai sarana.
Mohammad Ishak lahir pada tahun 1890 di desa Bodeh Plumbon Kabupaten Cirebon. Ia pernah belajar tarekat Nadhatul Arifin, yaitu tarekat yang memberikan tuntunan kepada seseorang ingin mencapai makrifat billah atau arifin billah, mengetahui Allah dengan sebenar-benarnya. Untuk mencapai makrifat billah, seseorang harus mengetahui rahasia alif, lam, mim yaitu Allah-Mohammad-Adam, sempurnanya harus mengetahui pula Alquran dan Hadis. Akan tetapi bukan Alguran dan Hadis dalam bentuk tulisan Arab yang ditulis diatas kertas, melainkan tulisan yang sejati. Demikianlah yang disebut ilmu sambelun.
Di samping memimpin aliran perjalanan, Mei Kartawinata dalam kehidupan sehari-hari juga dikenal memiliki kemampuan mengobati orang sakit secara tradisional tanpa memungut bayaran. Melalui sarana inilah ia menyampaikan ajarannya kepada orang lain. Mei Kartawianata meninggal dunia pada tahun 1967 di Jalan Cikutra Cidadas Bandung.
Mengenai dua orang teman Mei Kartawinata, yakni M. Rasyid dan Sumitra, riwayat hidup mereka tidak banyak diketahui. Pada Tahun 1926 M, M. Rasyid dan Sumitra datang ke Subang untuk bekerja di percetkan tempat Mei Kartawinata bekerja. Akhirnya ketiga orang ini menjadi kawan akrab. M. Rasyid dan Sumitra, sama-sama memiliki ilmu kanuragan atau kesaktian. Berbeda dengan mereka, Mei Kartawinata tidak menyukai ilmu kanuragan. Yang penting bagi Mei Kartawinata adalah hidup damai dan saling menghormati antara sesama. Ia selalu peduli terhadap orang lain. Karena ia mempuyai kemampuan pengobatan alternatif, bila ada orang sakit ia berusaha mengobatinya.

C.    Sebab-Sebab Aliran Perjalanan Banyak Pengikut
Aliran perjalanan yang merupakan kepercayaan asli orang Sunda ini disebarkan oleh Mei Kartawinata dengan memanfaatkan kemampuannya mengobati orang sakit secara tradisional tanpa memungut biaya. Oleh karena itu masyarakat banyak yang simpati dan mengikuti aliran tersebut.
Di Subang Mei Kartawinata memimpin perjuangan melawan Belanda dengan menggunakan aliran Perjalanan sebagai sarana. Dari situlah masyarakat mulai mengikuti aliran Perjalanan.

D.    Landasan Ajaran Aliran
PerjalananAjaran aliran Perjalanan berdasarkan pada wangsit yang diterima oleh Mei Kartawinta. Ia menerima wangsit itu berkali-kali sampai ada sepuluh kali yang disebut Dasa Wasita seperti berikut :

Wangsit pertama :
“Janganlah dirimu dihina dan direndahkan oleh siapa pun, sebab dirimu tidak lahir dan tidak besar oleh sendirinya, tetapi dirimu dilahirkan dan dibesarkan penuh dengan cinta kasih ibu dan bapakmu. Bahkan dirimu itu sendirilah yang melaksanakan segala kehendak dan cita-citamu yang seyogyanya kamu berterima kasih kepadanya.”

Wangsit kedua :
“Barang siapa menghina dan merendahakan dirimu, sama juga artinya dengan menghina dan merendahkan ibu bapakmu bahkan leluhur bangsamu.”

Wangsit ketiga :
“Tiada lagi kekuatan dan kekuasaan yang melebihi kekuatan dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, Belas dan Kasih. Sifat belas dan kasih itu pun dapat mengatasi dan menyelesaikan segala pertentangan atau pertengkaran, bahkan dapat memadukan paham dan usaha untuk mencapai tujuan yang lebih maju serta menyempurnakan akhlak dan meluhurkan budi pekerti manusia.”

Wangsit keempat :
“Dengan kagum dan takjub kamu menghitung tetesan air yang mengalir yang menuju kesatuan mutlak, yaitu lautan sambil memberikan manfaat kepada kehidupan manusia, binatang, dna pepohonan atau tetumbuhan. Akan tetapi kamu belum pernah mengagumi dan takjub kepada dirimu sendiri yang telah mempertemukan kamu dengan dunia beserta segala isinya. Bahkan kamu belum pernah menghitung kedip matamu. Sungguh betapa nikmatnya apa yang kamu rasakan, padahal semua itu sebagai hikmah dari Tuhan Yang Maha Esa.”

Wangsit kelima :
“Kemanapun kamu pergi dan di mana pun kamu berada Tuhan Yang Maha Esa akan selalu bersama denganmu.”

Wangsit keenam :
“Perubahan besar alam kehidupan manusia akan menjadi pembalasan terhadap segala penindasan serta mencetuskan ataumelahirkan kemerdekaan hidup bangsa.”

Wangsit ketujuh :
“Apabila pengetahuan disertai kekuatan raga dan jiwamu digunakan secara salah untuk memuaskan hawa nafsu, akan menimbulkan dendam kesumat, kebencian, pembalasan, dan perlawanan. Sebaliknya apabila pengetahuan dan kekuatan raga dan jiwamu digunakan untuk menolong sesama akan menumbuhkan rasa kasih sayang dan persaudaraan yang mendalam.”

Wangsit kedelapan :
“Cintailah sesama hidupmu tanpa memandang jenis dan rupa, sebab apabila telah meninggalkan jasad, siapa pun akan berada dalam keaaan yang sama. Ia tidak mempunyai daya dan upaya. Justru selama itu, selama kamu masih hidup,  berusahalah agar kamu dapat memelihara kelangsungan hidup sesama sesuai dengan kodrat-Nya menurut kehendak Tuhan Yang Maha Esa.”

Wangsit kesembilan :
“Batu di tengah sungai, jikalau olehmu digarap menurut kebutuhan, kamu menjadi kaya karenanya. Dalam hal itu yang membuat seseorang kaya raya bukanlah pemberian batu itu, tetapi yang membuat kaya raya adalah hasil kerjamu sendiri.”

Wangsit kesepuluh :
“Geraklah untuk kepentingan sesamamu, bantulah yang sakit untuk mengurangi penderitaannya. Kemudian hari akan tercapailah masyarakat kemanusiaan yang menggerakkan kemerdekaan dan kebenaran” (Rozak, 2002:178-185).

Dasa Wasita (kesepuluh wangsit) tersebut di atas, bila diringkas intinya adalah sebagai berikut :
1.      Antara sesama dilarang saling menghina.
2.      Menghina kepada seseorang hakikatnya juga menghina kepada ayah dan ibunya bahkan nenek moyangnya.
3.      Tidak ada yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, kecuali Tuhan Yang Maha Esa, Yang Belas Kasih. Sifat belas dan kasih itu dapat menyempurnakan akhlak dan meluhurkan budi pekerti.
4.      Air yang senantiasa menghidupi tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, mengandung hikmah agar manusia sebagai individu selalu berbuat baik kepada sesama.
5.      Tuhan Yang Maha Esa selalu berada dekat dengan manusia.
6.      Dinamika hidup dan kehidupan manusia akan membawa kebebasan dari penindasan.
7.      Pemuasan hawa nafsu akan membawa kekacauan dan kehancuran.
8.      Antara sesama harus saling cinta-mencintai agar terpelihara kehidupan bersama.
9.      Kekayaan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja keras.
10.  Antara sesama harus saling tolong-menolong terutama dalam menegakkan kebenaran.

Bila disimak secara seksama, sepuluh butir Dasa Wasita tersebut di atas, semuanya berisi ajaran moral sebagai pedoman hidup manusia dalam hidup bersama, khususnya anggota atau warga aliran Perjalanan.
Setelah wangsit itu diterima, maka didirikan aliran Perjalanan. Nama perjalanan tampaknya diambil dari gambaran air yang mengalir mulai dari sumbernya melalui sungai sampai akhirnya ke lautan. Sepanjang perjalanan, air telah memberikan unsur yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia. Gambaran perjalanan air ini sebagai ibarat perjalanan kehidupan manusia sebagai individu agar senantiasa berdarma bakti dan berbuat baik kepada sesama untuk mencapai kesejahteraan bersama. Konsep ini juga dipandang selaras dengan konsep Pancasila yang mengandung makna sosial religius. Karenanya aliran Perjalanan juga dipandang mempunyai peranan dalam kehidupan negara yang berdasarkan Pancasila. Berdasarkan konsep ini pulalah agaknya, aliran ini disebut “Agama Yakin Pancasila”.

E.     Ajaran Tentang Tuhan dan Penciptaannya
Menurut ajaran Aliran Perjalanan, Tuhan memilki sejumlah nama, yaitu: Hyang Mahaagung, Hyang  Maha Murba, Hyang Sukma, Hyang Widi, Hyang Manon, Hyang Maha Adil, dan lain-lain.
Tuhan dalam ajaran aliran Perjalanan disamping memilki sejumlah nama  juga memilki sejumlah sifat sebanyak 13, yaitu: wujud, terdahulu, kekal abadi, beda, mandiri, tunggal, mahakuasa, mahakersa, mahatahu, mahahidup, mahadengar, mahalihat, dan mahaucap. Sifat-sifat tersebut juga identik dengan 13 sifat Tuhan di dalam ajaran Islam yaitu: wujud (ada), qidam (dahulu tanpa permulaan), baqa  (kekal), mukhalafah lilhawadisi (berbeda dengan segala yang baru), qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri), wahdaniat (esa), qudrat (kuasa), iradat (berkehendak), ilmu (mengetahui),  hayat (hidup), sama’ (mendengar), bashar (melihat), dan kalam (berkata).
Berdasarkan  nama yang menyertakan kata “Hyang” dan sifat Tuhan yang terdapat di aliran perjalanan tampak  sedikit unsur Islam dan Hindu. Hal ini dianggap wajar, dikarenakan Mei Kartawinata (pendiri aliran Perjalanan) pernah hidup dilingkungan kraton Cirebon. Selain itu ia juga pernah belajar di pesantren  dan mempelajari ilmu ahli sunah.
Menurut aliran Perjalanan, Tuhan merupakan pencipta alam semesta seisinya. Tuhan memulai penciptaan dengan menciptakan panas matahari , rasa dingin, kemudian air. setelah diciptakan air, kemudian muncul kehidupan pasda tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Menurut aliran kepercayaan ini ada ketergantungan antara binatang, manusia, tumbuhan dan alam semesta yang disebut dengan hukum kehidupan  nyakra manggilangan atau tumimbal lahir (kelahiran kembali).

F.     Ajaran Tentang Manusia
Konsep manusia menurut aliran perjalanan tercipta dari badan jasmani dan rohani. Kemudian Tuhan juga menciptakan Aku (ingsun) yang mewakili kesadaran akan dirinya. Melalui kesadaran Aku ini, manusia mampu menjadi kawula Gusti atau abdi Tuhan, yang wajib kumawula atau mengabdi kepada Tuhan, wajib bersifat kewalian (seperti wali), kegurujatian (seperti guru sejati), kerasajatian (memiliki rasa sejati), dan kegustian (seperti gusti).
Oleh Karena itu, manusia dalam ajaran aliran perjalanan dilarang melakukan tujuh M, yaitu main (berjudi), maling (mencuri), madon (melacur), mabok, madat, maksiat, dan mateni (membunuh). Menurut aliran perjalanan bila manusia dapat memelihara rasa jatinya dan kesucian batinnya, maka ia akan kembali ke jatinya, pulang ke asalnya.

G.    Ajaran Tentang Mistik.
Di dalam aliran Perjalanan sebenarnya juga mengandung ajaran mistik walaupun tidak dijelaskan secara luas. Ajaran tentang mistik ini tampak di dalam wangsit keempat dan kelima, sebagai berikut.
Di dalam wangsit keempat disebutkan: “Dengan kagum dan  takjub kamu menghitung tetesan air yang mengalir menuju kasatuan mutlak yaitu lautan…” kemudian di dalam wangsit yang kelima disebutkan: “Ke mana pun kamu pergi dan di manapun kamu berada Tuhan Yang Maha Esa akan selalu bersama denganmu”
Ajaran tentang manusia menurut aliran Perjalanan, bahwa kesatuan hamba dengan Tuhan yang disebut “rasa kejatian” (memiliki rasa sejati) dapat tercapai ketika kesadaran Aku-manusia akan Tuhannya selalu kumawula (mengabdi kepada Tuhan).
Untuk itu, kesadaran Aku-manusia harus dilatih penghayatannya dengan jalan membersihkan batinnya dari pengaruh sagala nafsu yang buruk yang dapat mengotori perasaannya. Penghayatan seperti ini harus dilatih terus-menerus secara berkelanjutan, hingga tercapai apa yang disebut “rasa kajatian”. Melalui rasa kejatian, seseorang akan dapat menghubungkan hidup Akunya dengan Yang Maha Hidup, sehingga diperoleh kekuatan Ilahi yang dapat mempertajam pikiran dan memperhalus perasaan. Kekuatan dan pancaran Ilahi ini merupakan daya spiritual yang dapat dimanfaatkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat hidup manunggal dengan sesamanya.

H.    Organisasi Ajaran Aliran Perjalanan
Aliran  Perjalanan tidak mengenal istilah guru dan murid, semua dipandang sederajat. ajarannya bersumber pada wangsit yang disebut Dasa Wasita. cara menyampaikan ajaran aliran ini melalui kunjungan kepada anggota atau warga dengan mengadakan sarasehan pada hari-hari penting, seperti hari kelahiran aliran perjalanan setiap tanggal 17 september, 1 syuro dan hari kemerdekaan RI.
Kegiatan aliran Perjalanan sampai tahun 1944 belum terorganisasi. aliran ini mulai terorganisasi menjelang tahun 1945. kemudian pada tahun 1950 Mei Kartawinata mendirikan partai politik PERMAI ( Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia). namun, pada tahun 1957 partai Permai dibubarkan karena tidak  dapat memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, kemudian karena Mei Kartawinata menderita sakit, maka dibentuklah Dewan Musyawarah sebagai pimpinan kolektif yang berkedudukan di Jakarta diketuai oleh Rustama Kartawinata.
Ketika perkembangan kebatinan semakin meluas, tetapi pengawasan dari pihak PAKEM ( Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat ) semakin kurang dan BKKI juga tak mampu menertibkan aliran kebatinan yang semakin banyak jumlahnya, maka pada tanggal 1 Januari 1965 keluar Penetapan  Presiden No.1 tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama, yang isinya : (1) melarang semua organisasi aliran kebatinan menggunakan nama agama, maka nama itu harus diganti, kalau tidak diganti, maka aliran tersebut dilarang, seperti Agama Jawa Sunda: (2) melarang melakukan kegiatan yang menyerupai kegiatan agama, seperti pernah dilakukan aliran perjalanan di Subang, yaitu: upaya melakukan perkawinan dengan cara sendiri sesuai dengan budaya Sunda.
Namun dengan keluarnya Undang-Undang nomor 23 tahun 2006, aliran Perjalanan sudah dianggap sah dan tidak dilarang kembali. artinya aliran ini dilindungi oleh Negara dan para pengikutnya dapt menjalankan ajran pada aliran Perjalanan.
Perkembangan cabang aliran Perjalanan sesuai laporan Dewan Musyawarah Daerah (DMD) tahun 1987, telah memiliki cabang di semua daerah kabupaten dan kota di Jawa Barat. mayoritas anggota aliran Perjalanan bekerja sebagai buruh tani, sedangkan sebelumnya pada awal berdirinya kebanyakan bekerja sebagai buruh perkebunan.

I.       Lambang Aliran Perjalanan
Lambang dari pada Aliran Kebatinan "PERJALANAN", ialah: Bintang bersudut 5 (lima), dengan sinar 9 (sembilan), yaitu 5 (lima) panjang, 4 (empat) pendek, dalam lingkaran yang di luar besar, yang di dalam kecil, dengan gambar; Stroom (aliran), di atas dasar: Hitam dan gambar putih.
Yang mengandung arti:
a.       Ke luar:
Bintang sudut 5 (lima) ialah Pancasila; Sinar 9 (sembilan) ialah seluruh penjuru dunia 5 (lima) sinar panjang 5 benua: Amerika, Eropa, Afrika, Australia, Asia; 4 (empat) sinar pendek: 4 mata-angin: Barat, Utara, Timur, Selatan.
Stroom ialah: Gerak kesadaran hidup manusianya menuntut kemerdekaan, kesejahteraan hidup lahir batin, perdamaian di antara bangsa-bangsa yang saling hormat-menghormati.
Lingkaran besar, ialah: Dunia Besar.
Lingkaran kecil, ialah: Dunia kecil (badan sekujur).
Hitam, ialah: Warna Bumi Tanah
Putih, ialah: Warna Bumi Air = Air
jadi, Hitam-Putih: Cinta Tanah Air
.
b.      Ke dalam:
Bintang bersudut 5 (lima) ialah: Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Sinar 9 (sembilan), ialah: Penguasanya Tuhan YME, yang ada pada setiap manusia; elingan, awas (lihat), dengar, cium, ucap, fikir, rasa, ubah dan langkah.
5 (lima) sinar panjang: Panca driya (mata, kuping, hidung, syaraf, kaki/tangan).
4 (empat) sinar pendek: Unsur sari-patinya: Api, Air, Angin dan Bumi yang menjadi badan sekujur.
Stroom, ialah: Gerak hidup dengan daya upaya lahir-batin untuk melakukan kewajiban sebagai Kaula Gusti demi keselamatan dunia dan zaman akhir.
Lingkaran besar, ialah: Badan wadag (jasmani).
Lingkaran kecil, ialah: Badan halus (rohani).
Hitam, ialah: Tetap; Tetap berdiri di atas kesucian dengan berdiri di atas keyakinan, bahwa: Tiada lagi yang wajib disembah siang dan malam, hanya wujud Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mempunyai sifat Belas dan Kasih, serta wajib menjauhkan diri dari segala kelakuan Setan.
J.      Hari-hari Peringatan
Selain hari besar nasional, seperti 17 Agustus, Aliran Kebatinan "PERJALANAN" menetapkan hari peringatannya sendiri, yang jatuh pada tiap tanggal 17 September, dan 1 Sura tahun SAKA.
Penjelasan:
Tanggal 17 September, adalah hari/tanggal diilhamkannya cita-cita/tujuan Aliran Kebatinan "PERJALANAN" mempunyai pengaruh jiwa yang kuat bagi warga-warganya untuk meletakkan dasar susunan hidup bersama atas dasar musyawarah.
Saat itu pun dipergunakan sebagai kesempatan yang baik untuk meninjau kembali segala usaha yang telah lalu untuk mengambil manfaat dari pada segala pengalaman yang diperoleh. Dalam pada itu secara gotong royong bermusyawarah untuk mencapai mufakat diletakkan pula dasar usaha baru yang maju supaya lebih menghasilkan di waktu yang akan datang.
Demikian pula tanggal 1 Sura (Saka) yang secara adat kebiasaan dirayakan dan dibesarkan oleh setiap warga Aliran Kebatinan "PERJALANAN" baik secara sendirian maupun bersama-sama. Maka tanggal 1 Sura ini mempunyai daya untuk mempersatukan tekad mempertahankan dan memperjuangkan tujuan dengan kekuatan yang teratur dan berencana. Dari itulah tanggal 1 Sura merupakan hari yang paling tepat untuk memilih seseorang atau lebih yang akan diserahi kepercayaan untuk bekerja secara praktis dan penuh tanggung jawab, keinsyafan dan kejujuran.
Oleh karena itu pula pada tanggal 1 Sura, adalah hari keberanian untuk bekerja, berbuat dan berjuang menegakkan azas-azas peri-kemanusiaan, peradaban dan kesopanan. Tegasnya tanggal 1 Sura, adalah hari tanggung jawab terhadap leluhur dan keturunan, dengan kesanggupan memelihara seni budaya dan ilmu pengetahuan yang diwariskannya, agar berkembang secara wajar menurut kemajuan bangsa dan zaman sepanjang masa.
K.    Kesimpulan
Kesimpulan dari Uraian diatas beserta fakta yg ada, menunjukkan bahwa :
(1) Kemurnian ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" dijaga melalui interaksi langsung antara pengikut lama (sesepuh) dan pengikut baru melalui percakapan pergaulan informal, temuwicara, maupun sarasehan. Setelah terbentuk kelembagaan organisasi, upaya menjaga kemurnian ajaran aliran kebatinan dituangkan menjadi Pedoman yang disusun dengan tujuan utama untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya pandangan yang keliru tentang aliran kebatinan tersebut.
(2) Pengajaran yang dilakukan mengacu pada sistem keluarga, nilai-nilai dalam keluarga tersebut akan disampaikan sebagai warisan bagi generasi berikutnya. Serasian digunakan sebagai cara penyampaian ajaran. Serasian merupakan metode penyampaian ajaran yang dirasa efektif dan efisien dan tetap dipertahankan hingga sekarang.
(3) Makna pendidikan yang terkandung dalam Aliran Kebatinan "Perjalanan" mengarah kepada pembentukan moral yang menjadi watak khas dan karakter. Berkaitan dengan metode penyampaian ajaran yang bersifat kekeluargaan, maka nilai-nilai pendidikan juga merefleksikan nilai pendidikan keluarga yang bersifat turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Karinda, Ina. 2009. Eksistensi Aliran Kebatinan (Kajian Tentang Makna Pendidikan dan Cara Penyampaian Ajaran Aliran Kebatinan "Perjalanan" Desa Purwosari, Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo). Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. Irawan, M.Hum., (2) Drs. Nur Hadi, M.Pd., M.Si.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar