Sabtu, 15 Juni 2013

Metode Penafsiran Dalam Al-Qur’an

Metode Penafsiran Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an al-karim adalah kitab suci yang shalih fi kulli zaman wa makan. Dan para ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka di bidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir. Metode-metode tafsir yang dimaksud adalah Metode Tahlili, Metode Ijmali, Metode Muqaran, Metode Mawdu’i.

Di dalam tulisan ini, terlebih dahulu akan dikemukakan pembahasan dan uraian secara ringkas ke empat metode tersebut di atas:

A.    Tafsir Tahlili

Tafsir Tahlili adalah suatu metode tafsir menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya penafsir mengikuti runtutan ayat sebagai mana yang telah tersusun di dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud  ayat-ayat  tersebut satu sama lain. Begitu pula penafsir membahas mengenai asbab an-nuzul dan dalil-dalil dari Rasul, Sahabat, para Tabiin, yang kadang-kadang berbaur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya dapat dipandang dapat membantu memahami nas al-Qur’an tersebut.

Para penafsir dengan metode ini ada yang terlalu bertele-tele dengan uraian panjang lebar dan sebaliknya, ada pula yang terlalu sederhana dan ringkas. Selanjutnya mereka juga mempunyai kecenderungan dan arah penafsiran yang beraneka ragam. Di tinjau dari segi kecenderungan para penafsir, metode Tahlili dapat dibedakan kepada:

1.      al-Tafsir bi al-Ma’thur
2.      al-Tafsir bi al-Ra’yi
3.      al-Tafsir al-Sufi
4.      al-Tafsir al-Fiqhi
5.      al-Tafsir al-Falsafi
6.      al-Tafsir al-‘Ilmi
7.      al-Tafsir al-Adab al-Ijtima’i

1)      al-Tafsir bi al-Ma’thur

Yang di maksud tafsir ini adalah penafsiran ayat dengan ayat; penafsiran ayat dengan hadits Nabi SAW, yang menjelaskan makna sebagaian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat; atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para Sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para Tabiin. Semakin jauh rentang zaman dari masa Nabi dan Sahabatnya, maka pemahaman umat tentang makna-makna ayat al-Qur’an semakin berfariasi dan berkembang.

2)      Al-Tafsir bi al-ra’yi

Al-Tafsir bi al-ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad, terutama setelah seorang penafsir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa Arab, asbab al-nuzul, nasikh-mansukh, dan hal lain yang diperlukan oleh lazimnya seorang penafsir, seperti yang telah dikemukakan di dalam uraian mengenai syarat-syarat penafsir.

3)      Al-Tafsir al-Shufi

Seiring dengan perkembangan zaman dan cakrawala budaya dan juga perkembang pesatnya ilmu pengetahuan, tasawuf pun berkembang dan membentuk kecenderungan para penganutnya menjadi dua arah yang mempunyai pengaruh di dalam penafsiran al-Qur’an al-Karim.

a)      Tasawuf Teoritis: Para penganut aliran ini memcoba meneliti dan mengkaji al-Qur’an berdasar teori-teori  mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka berupaya dengan maksimal untuk menemukan di dalam al-Quran tersebut, faktor-faktor yang mendukung teori dan ajaran mereka.

b)     Tasawuf Praktis: Adalah tasawuf yang mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud dan meleburkan diri di dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.

4)      Al-Tafsir al-Fiqhi

Berbarengan dengan lahirnya al-Tafsir al-Ma’thur, lahir pula al-Tafsir al-Fiqhi, dan sama-sama dinukil dari Nabi SAW tanpa pembedaan antara keduanya. Para Sahabat setiap menemukan kesulitan untuk memahami hukum yang dikandung dalam al-Qur’an langsung bertanya kepada Nabi, dan beliau langsung menjawab. Jawaban Rasulullah ini, di satu pihak, adalah al-Tafsir al-Ma’thur dan dipihak lain, sekaligus sebagai al-Tafsir al-Fiqhi. Sepeninggalan Rasulullah, para Sahabat langsung mencari keputusan hukum dari al-Qur’an dan berusaha menarik kesimpulan hukum syariat berdasarkan ijtihad, hasil ijtihad mereka ini disebut al-Tafsir al-Fiqhi. Demikian pula halnya yang terjadi di masa dan dikalangan para Tabiin.

5)      Al-Tafsir al-Falsafi

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa latar belakang lahirnya berbagai corak tafsir itu karena tersebarluasnya dan bertemunya aneka budaya. Di tengah-tengah pesatnya perkembangan ilmu dan budaya ini, gerakan penerjemahan tumbuh dan giat dilaksanakan di masa Dinasti Abbasiyah. Berbagai sumber perbendaharaan ilmu digali, dan aneka macam pustaka diterjemahkan, termasuk buku-buku falsafah karya para filsuf Yunani.

6)      Al-Tafsir al-‘Ilmi

Ajakan al-Qur’an adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari tahayul dan kemerdekaan berpikir. Allah SWT disamping menyuruh kita memperhatikan wahyu-Nya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar  memperhatikan wahyu-Nya yang tampak yaitu alam. Meskipun ayat-ayat kawniyah itu secara tegas tidak ditujukan kepada para ilmuan, namun pada hakikatnya mereka itulah yang diharapkan untuk meneliti dan memahami ayat-ayat kawniyah tersebut, karena mereka mempunyai sarana dan kompetensi untuk itu dibanding tokoh-tokoh bidang ilmu lainnya, maka sebagian dari mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat kawniyah tersebut berdasarkan prinsip-prinsip kebahasan dan keunikannya, dan berdasarkan bidang ilmu serta hasil kajian mereka terhadap gejala atau fenomena alam.

7)      Al-Tafsir al-Adabi al-Ijtima’i

Sebagai salah satu akibat perkembangan modern adalah munculnya corak tafsir yang mempunyai karakteristik tersendiri berbeda dari corak tafsir lainnya dan memiliki corak tersendiri yang betul-betul baru bagi dunia tafsir. Corak tafsir ini berusaha memahami nas-nas al-Qur’an dengan cara, pertama dan utama, mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik.

Kemudian dalam langkah berikutnya, penafsir berusaha menghubungkan nas-nas al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada. Pembahasan tafsir ini sepi dari penggunaan istilah-istilah ilmu dan teknologi, dan tidak akan menggunakan istilah-istilah tersebut kecuali jika dirasa perlu dan hanya sebatas kebutuhan.

B.     Tafsir Ijmali

Tafsir Ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengemukakan makna global. Di dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada di dalam mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud ayat tersebut. Makna yang diungkapkan biasanya diletakkan didalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola yang diakui oleh jumhur ulama, dan mudah dipahami oleh semua orang. Dengan demikian, penafsir metode ini mengikuti cara dan susunan al-Quran yang membuat masing-masing makna saling berkaitan dengan yang lainnya.

Didalam tafsirnya, seorang penafsir menggunakan lafal bahasa yang mirip bahkan sama dengan lafal al-Qur’an, sehingga pembaca akan merasa bahwa uraiannya tersebut tidak jauh dari gaya bahasa al-Qur’an itu sendiri, tidak jauh dari lafal-lafalnya. Sehingga, di sisi lain, karya ini dinilai betul-betul mempunyai hubungan erat dengan susunan bahasa yang demikian sangat jelas bagi pendengar dan mudah dipahami.   

C.     Tafsir Muqarin

Yang dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Di sini seorang penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, kemudian ia mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu penafsir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka itu Tafsir bi al-Ma’thur maupun Tafsir bi al-Ra’yi.  Dalam hal ini seorang peneliti juga berusaha memperbandingkan arah dan kecenderungan masing-masing penafsir, dan menganalisis tentang apa gerangan yang melatar belakangi seorang penafsir menuju arah dan memilih kecenderungan tertentu, sehingga sipeneliti dapat melihat dengan jelas siapa diantara penafsir tersebut yang dipengaruhi oleh mazhab, dan siapa yang bertendensi untuk memperkuat suatu mazhab.

D.    Tafsir Maudu’i


Nama dan istilah Tafsir Maudu’i ini, dalam bentuknya yang kedua, adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode Mawdu’i, yang mana ia meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar